Bahaya Meminum Minuman Bersoda

Banyak orang salah kaprah soal bahaya yang terkandung dalam minuman bersoda. Umumnya, orang berpikir bahwa bahaya tersebut timbul dari kandungan karbondioksida dalam minuman. Mari kita luruskan.

Apa saja yang terkandung dalam minuman berkarbonasi? Cukup banyak, dan berbeda-beda, tergantung dari siapa produsennya. Bagaimanapun, selain 85-99 persen air yang menjadi komponen utama, umumnya minuman tersebut juga mengandung gula, kafein, karbondioksida dan Bahan Tambahan Pangan (BTP) lainnya.

Mari bicara soal karbondioksida terlebih dulu. Karbondioksida (CO2), merupakan senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang berikatan dengan satu atom karbon. Ia merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau, dan secara alami terdapat di permukaan bumi dan di dalam tubuh. Jadi, jangan merasa ngeri terlebih dahulu.

Dalam konteks minuman berkarbonasi, CO2 inilah yang memberikan efek bunyi dan desis. Minuman berkarbonasi sendiri dibuat dengan memasukkan gas CO2 bertekanan tinggi ke dalam cairan, sehingga ia terjebak di sana. Dan ketika kemasan dibuka, gas akan terlepas dan menimbulkan bunyi desis.

Karbondioksida sendiri sesungguhnya merupakan bagian dari BTP, yang termasuk dalam kategori Bahan Pengkarbonasi. Dan ia tidak berbahaya. Menurut Prof. Dr. Made Astawan, Dewan Pakar Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman, Acceptable Daily Intake (ADI) untuk CO2 adalah “not specified” atau aman untuk digunakan. ADI merupakan jumlah maksimum BTP dalam mili gram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup, tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Lantas apa yang menjadi potensi bahaya minuman berkarbonasi?

Selain CO2, di dalam minuman berkarbonasi juga terdapat BTP lainnya, yang bertujuan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan. Di antara BTP tersebut adalah bahan pemanis, pengawet, juga pewarna. Terkadang, inilah yang menjadi bahaya.

Terkait pemanis buatan, misalnya. Ada beragam zat yang bisa menjadi pemanis buatan, dan setiap zat memiliki tingkat kemanisan yang berbeda-beda. Siklamat, sebagai contoh, memiliki tingkat kemanisan 30 kali lipat lebih tinggi dari gula tebu. Sakarin memiliki tingkat kemanisan 500 kali lipat, Alitam memiliki tingkat kemanisan 2000 kali lipat, sedangkan Neotam memiliki tingkat kemanisan 13.000 kali lipat lebih tinggi. Itu sebabnya, penggunaannya mesti dikontrol. Dan inilah yang umumnya tidak terdeteksi dalam produk makanan maupun minuman rumah tangga.

Selain BTP, kadar gula dan kafein dalam minuman berkarbonasi juga umumnya cukup tinggi, begitu juga dengan kadar kalori. Dalam minuman berkarbonasi yang banyak beredar di pasaran, rentang kalori biasanya berada antara 100-200 kilo kalori. Nah, bayangkan jika Anda mengkonsumsi 2-3 botol per hari, lalu hitung total per bulannya. Lalu, tanya pada diri Anda seberapa banyak Anda berolahraga, lalu lihat selisihnya.

Dari sana Anda bisa menyimpulkan, apakah sesuatu yang Anda konsumsi, terlepas dari minuman berkarbonasi atau bukan, memiliki dampak baik atau buruk terhadap kesehatan Anda. Seperti yang Made katakan dalam konferensi pers Aspek Teknologi, Nilai Gizi dan Keamanan Minuman Berkarbonasi di Kementrian Perindustrian beberapa waktu lalu, “tidak ada yang namanya makanan yang baik atau buruk, yang ada hanyalah diet yang baik atau buruk.

Posting Komentar

0 Komentar